Dampak Bahaya Sinetron Terhadap Psikologi Anak..

image

Peristiwa penembakan membabibuta yang
dilakukan oleh seorang jenius yang menyebut dirinya The
Joker adalah sebuah peristiwa mengerikan. Peristiwa yang
menewaskan 12 orang dan melukai puluhan orang itu
dilakukan oleh seorang muda yang sangat jenius.
Pasalnya, pada umur yang masih sangat belia, 23 tahun,
sudah menjadi seorang mahasiswa program doctoral.

Pemuda jenius ini beranama asli James Eagen

Holmes. Ia adalah mahasiswa bidang neuroscience di
University of Colorado-Denver. Seperti dikatakan Kanselir
Riverside, Timothy P white, Holmes secara akademik
adalah pemuda yang tak terkalahkan. Ia adalah pemuda
kutu buku yang memiliki kepribadian pendiam. Putra
menejer perusahaan software dan perawat ini adalah
pemuda yang pemalu dan lebih suka menyendiri.
Ada dua hal penting yang dapat kita pelajari dari
peristiwa kemanusiaan ini. Pertama tentang aspek
personal yang ada pada diri Holmes. Karena pertiwa
berdarah ini dilakukan oleh seorang muda yang jenius.

Dinama, semua orang beranggapan bahwa kejeniusan
adalah modal utama kesuksesan seseorang dalam hidup.
Kedua, adalah aspek dari luar, yaitu film-film produk
budaya yang dihasilkan negara adidaya itu.

Ada sebuah ironi sebenarnya saat orang-orang
berlomba meniru model atau gaya hidup seperti apa yang
dilakukan oleh orang-orang barat. Saat kemajuan teknologi
negera itu, semua orang berkiblat untuk hidup seperti
orang barat. Walhasil, orientasi hidup dan gaya hidup pun
persis seperti mereka. Kekayaan, kepopuleran dan
kecerdasan IQ menjadi tujuan setiap orang untuk
mendapatkan kebahagiaan. Kekayaan yang menjadi
incaran membuat orang materialis dan individualis.

Sedangkan ketenaran yang menjadi tumpuan mencari
kebahagiaan sering menjadikan orang melakukan segala
cara untuk bisa diakui oleh orang lain. Sikap seperti ini
saat ini menghantui seluruh generasi muda dunia untuk
berlomba-lomba menjadi terkenal. Mereka beranggapan
bahwa menjadi tenar adalah kebahagiaan.

Orientasi yang mengejar harta benda dan
ketenaran biasanya juga dilakukan dalam segala bidang.

Dalam bidang akademik pun tidak pernah ketinggalan.
Sebagian dari kita pun tidak lepas mengejar opsesi
kesuksesan hidup dengan berorientasi meningkatkan
kecerdasan intelektual. Walhasil banyak diantara kita yang
berfikiran bahwa untuk mencapai kesuksesan hidup hanya
dibutuhkan kecerdasan intelektual saja. Ini dapat dilihat
dari bagaimana orang tua berlomba-lomba menyekolahkan
anak mereka pada pendidikan yang terkenal dengan
prestasi di bidang IQ ini. Sedangkan lembaga pendidikan
yang mencoba menggabungkan kecerdasan emosional dan
juga spiritual dipandang sebelah mata.

Melihat kejadian di atas, sebenarnya hal ini hanya
bagian kecil dari kesalahan orientasi pendidikan atau
secara keseluruhan orientasi hidup kita. Saat orang hanya
pertumpu pada kemampuan intelektual, sedangkan
kemampuan emosional dan spiritual tidak di olah, maka
akan mehasilkan manusia-manusia robot yang tidak
berperikemanusiaan. Manusia yang hanya ditempa dengan
mengutamakan kemampuan intelektual akan melahirkan
manusia individualis yang tidak peka terhadap lingkungan
dan kondisi sosial yang dihadapinya. Hal ini dikarenakan
bahwa orientasi kehidupanya hanya untuk pemenuhan
kebutuhan dirinya sendiri. Jika hal ini terjadi, maka wajar
jika terjadi berbagai kejahatan yang dilakukan oleh para
intelektual (yang cerdas IQ), tetapi kering terhadap respon
social yang dihadapi, apalagi terhadap Tuhan. Walhasil,
kita melihat berbagai kejahatan terjadi di negeri ini justru
dilakukan oleh mereka-mereka yang notabene cerdas
secara IQ.

Kita harusnya menyadari bahwa dalam diri
seseorang tidak hanya bertumpu pada kecerdasan IQ
semata. Hal ini dikarenakan kecerdasan IQ tidak akan
pernah berfungsi secara maksimal jika tidakditopang denga
kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional yang
mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan
serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri (Goleman,
1995:xiii).Dari kecerdasan emosioan inilah yang nantinya
akan lebih banyak mengarahkan seseorang untuk mencapai
puncak kesuksesan karena ketahanannya mempertahankan
kondisi psikologis sehingga manusia dengan kecerdasan
emosional akan tahan terhadap berbagai benturan
persoalan hidup.

Selain kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual
juga memiliki peranan yang cukup penting. Jika emosi
mengendalikan seseorang pada kondisi-kondisi stabil
dalam tekanan, kecerdasan spiritual memberikan nuansa
kebahagiaan dalam berbagai kondisi. Kecerdasan
emosional berkaitan dengan hubungan manusia dengan
manusia, sedangkan kecerdasan spiritual berkaitan antara
manusia dengan Tuhan. Itu sebabnya Huntingnya (1996)
menyatakan bahwa agama bukan sebagai candu bagi
seseorang tetapi sebagai obat kuat yang mampu
memberikan harapan-harapan positif dalam segala kondisi
kehidupan. Ari Ginanjar Agustian (2010) menyatakan
bahwa hubungan vertical antara manusia dengan Tuhan
memberikan dampak psikologis akan ketahanan seseorang
memberikan yang terbaik kepada orang lain, dalam kondisi
apapun. Karena tujuan hakiki manusia di dalam hidup
adalah ibadah kepada Allah SWT.

Pengaruh film
The Dark Knight Rises adalah sebuah film
superhero film 2012 yang disutradari oleh Christopher
Nolan, berkerjasama dengan saudara laki-lakinya bernama
Jonathan Nolan dan pengarang David S. Goyer. Film ini
merupakan cerita berdasar pada DC Comics dengan tokoh
Batman, film ini merupakan bagian ke tiga dari Nolan’s
Batman film trilogy, Batman Begins (2005) dan The Dark
Knight (2008). Sebagai film superhero, film ini banyak
mengekspos kekerasan fisik dan imajinasi tingkat tinggi.
Itu sebabnya kita bisa membaca dampak film ini secara
psikologi baik bagi anak-anak maupun orang dewasa.

Film kekerasan atau peperangan mempengaruhi
bukan hanya anak-anak tetapi juga orang dewasa. Hal ini
tentu sangat memprihatinkan, karena kalau kita perhatikan
produksi film yang dilakukan oleh Amerika lebih banyak
mengekspos tentang kekerasan.

Film-film yang dibuat oleh suatu negara adalah
gambaran dari idealisme bangsa yang bersangkutan. Oleh
karena itu, jika suatu negara lebih banyak memproduksi
film-film yang menggambarkan kekerasan, maka secara
tidak langsung akan menggambarkan budaya negara asal
film itu. Hal ini disebabkan tidak mengkin sebuah film
dibuat, kecuali karena tuntutan dari pemirsanya. Secara
umum, memang film-film perang adalah film yang paling
disukai oleh manusia. Termasuk film “The Dark Knigth
Rises”. Film ini dari awal sudah menjadi impian setiap
orang untuk menontonya. Film yang menggambarkan
kekerasan dan heroisme ini secara psikologis akan
mempengaruhi seseorang untuk meniru atau berprinsip
seperti tokoh-tokoh dalam film itu.

Mungkin kita bisa melihat pada perubahan
perilaku anak-anak yang terinspirasi oleh sebuah cerita
atau film yang ditonton. mereka terobsesi menjadi tokoh-
tokoh dari film-film atau cerita-cerita heroism ini. Oleh
karena itu, anak-anak kecil sangat menyukai pakaian atau
pun atribut-atribut yang berkaitan dengan tokoh-tokoh
dalam film. Produk-produk kaos, celana atau pun pakaian
anak lainnya akan sangat digemari karena gambar tokoh-
tokoh tertentu; Batman, Spiderman, Superman dan lain
sebagainya. Gambaran ini mengidikasikan bahwa dampak
film sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi kejiwaan
seseorang.

Kejadian berdarah ini harus menjadi pelajaran bagi
kita semua, bahwa dampak film akan sangat berbahaya
bagi generasi kita, bukan hanya bagi anak-anak tetapi juga
orang dewasa. Oleh karena itu, perlu ada usaha preventif
agar hiburan yang selama ini menjadi menu utama dalam
kehidupan kita sehari-hari, diseleksi sebagaimana yang
dibutuhkan saja. Anak-anak harus didampingi agar mampu
mengambil hal-hal positif dan menghindarkan segala yang
negative sebisa mungkin. Jika perlu ada penjadwalan
khusus untuk melihat atau menonton televise bersama. Hal
ini agar anak tidak menyerah segala infomasi atau
tontonan negatatif yang tidak sesuai dengan kepribadian
mereka. Wa Allah a’lam…

Tinggalkan komentar